PN Medan Vonis Bebas David Putranegoro 

MEDAN | TRANSPUBLIK.co.id – David Putranegoro didampingi kuasa hukum Oloan Tua Partempuan, SH dan Raja Sungkunen Lingga, SH mengapresiasi keputusan Pengadilan Negeri Medan yang membebaskan Terdakwa David Putranegoro als Lim Kwek Liong dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Unum sesuai Register Perkara No. 2231/Pid.B/2021/PN-MDN.

Bahwa didalam Dakwaannya Jaksa Penuntut Umum mendakwa David Putranegoro dengan dugaan melanggar Pasal 266 ayat (1) (Menempatkan keterangan palsu dalam suatu akte authentiek) dan (2), Pasal 263 ayat (1) dan (2), Pasal 362 dan Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa Penuntut Umum berdasarkan fakta-fakta persidangan yaitu keterangan para saksi, bukti-bukti surat, keterangan ahli dan dihubungkan dengan keterangan Klien kami, menuntut David Putranegoro dengan “ONSLAG” dan melepaskannya dari segala dakwaan dan tuntutannya.

 

Kuasa Hukum Oloan Tua Partempuan, SH dan Raja Sungkunen Lingga, SH mengatakan putusan itu pada Senin (17/1/2022) di Pengadilan Negeri Medan. Di mana membebaskan klien David Putranegoro als Lim Kwek Liong dari segala Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

“Untuk menjawab berita-berita simpang siur diluar sana yang menyebutkan klien kami David Putranegoro alias Lim Kwek Liong telah memalsukan Akta Kesepakatan Bersama No. 8, Menggelapkan deviden-deviden berupa penjualan asset – asset, penjualan rumah di Singapura, uang sewa ruko dan penghasilan toko dan mencuri 21 SHM/SHGB an. Alm. Jong Tjin Boen (orang tua David Putranegoro dan para Pelapor) yang dimana telah di balik namakan ke an Jong Nam Liong, Mimiyanti, Jong Gwek Jan, Juliana, Denny dan Winnie yang mendahului Putusan Pengadilan Negeri Medan dan sangat merugikan nama baik klien kami,” ujarnya kepada wartawan.

Selanjutnya, Penasihat Hukum David Putranegoro sesuai fakta-fakta yang terungkap di persidangan seperti kronologis pembuatan Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tgl, 21 Juli 2008.

Akta perjanjian kesepakatan bersama No. 8 adalah merupakan keinginan dari alm. Jong Tjin Boen (orang tua David Putranegoro dan saksi Pelapor) untuk membagikan hartanya secara adil dalam suasana kebathinan kepada seluruh anak-anaknya yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris berupa Perjanjian Kesepakatan Bersama.

“Berdasarkan alasan tersebut, alm. Jong Tjin Boen didampingi isterinya almh. Choe Jit Jeng pada sekitar tahun 2008 memanggil seluruh anak-anaknya yaitu Suriati, alm. Syamsuddin, Jong Gwek Jan, Jong Nam Liong, Mimiyanti, Lim Soen Liong, David Putranegoro dan alm. Lim Ramli kecuali yang berada di Luar Negeri (Juliana, Denny dan Winnie) untuk diskusi tentang Pembagian Harta-hartanya agar supaya adil. Dalam pertemuan tersebut orang tua Klien kami berbicara kepada semua anak-anaknya yang berkumpul di jalan Juanda III Medan. Setelah hasil kesepakatan alm. Jong Tjin Boen, Isteri dan anak-anaknya disepakati. Selanjutnya mereka mengundang Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH untuk datang ke rumah alm. Jong Tjin Boen di Jalan Juanda III Medan untuk membuat dan menandatangani/cap jempol Akta Kesepakatan Bersama No. 8,” ungkapnya.

 

Masih dikatakan Kuasa Hukum, notaris Fujiyanto Ngariawan, SH datang bersama staffnya, pada saat itu semua pihak sudah hadir. Kemudian Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH membacakan Akte Perjanjian Kesepakatan Bersama No. 8 dihadapan orang tua mereka dan seluruh anak-anaknya.

“Maka selanjutnya seluruh pihak membubuhi tanda tangan dan cap jempol di hadapan Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH dan staffnya, kecuali Juliana, Denny dan Winnie tidak membubuhkan tandatangan karena telah memberikan kuasa kepada ibunya almh. Choe Jit Jeng untuk mewakilinya. Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tersebut mengatur tentang pembagian harta milik alm. Jong Tjin Boen kepada anak-anaknya kecuali David Putranegoro yang hanya ditunjuk sebagai Penerima Kuasa oleh semua saudaranya dan tidak mendapat bagian apapun dari harta alm. Jong Tjin Boen.

Kronologis ini sesuai dengan keterangan Saksi Rismawati (Staff Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH), Antony (Cucu alm. Jong Tjin Boen), Lim Soen Liong (Anak dari alm. Jong Tjin Boen), Fujiyanto Ngariawan, SH (Notaris) dan klien kami David Putranegoro dipersidangan,” ucapnya.

Masih dikatakan Oloan Tua Partempuan,

kedua, kronologis Gugatan Perdata yang diajukan oleh Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan di Pengadilan Negeri Medan terhadap Akta Kesepakatan Bersama No. 8.

Setelah Akta Kesepakatan Bersama No. 8 berjalan 10 (sepuluh) tahun, pada tanggal, 28 Mei 2018 Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan (hanya mereka bertiga dari 12 orang bersaudara) mengajukan Gugatan Perdata terhadap pembatalan Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tgl, 21 Juli 2008. di Pengadilan Negeri Medan (Register Perkara No. 312/Pdt.G/2018/PN-MDN) dan kemudian Banding ke Pengadilan Tinggi serta Kasasi ke Mahkamah Agung. Oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia sesuai dengan Putusan No. 541 K/PDT/2021 tanggal, 13 April 2021 yang amarnya menyebutkan menolak Permohonan Kasasi dari mereka bertiga. Oleh karena itu Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tgl, 21 Juli 2008 yang dibuat oleh Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH adalah sah (tidak dapat dibatalkan) dan merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya,” jelasnya.

Baca Juga:  Kajati Sumut IBN Wiswantanu Optimis Wujudkan Zona Integritas WBK/WBBM

“Maka kami berkesimpulan bahwa mereka bertiga (Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan) tidak dapat membatalkan Akta Kesepakatan Bersama No. 8.

Pada saat proses Banding di Pengadilan Tinggi Medan, tanggal, 14 Desember 2018 mereka bertiga (Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan), melaporkan David Putranegoro ke Polda Sumatera Utara atas dugaan tindak pidana sebagai berikut. Melanggar Pasal Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP dan atau Pasal 266 yaitu menempatkan keterangan palsu dalam suatu Akta Otentik dan membuat surat palsu sesuai dengan Laporan Polisi No. 1731/XII/2018/SPKTIII ;-

Melanggar Pasal 372 KUHP yaitu menggelapkan 21 SHM/SHGB an. Juliana, Denny, Winnie, Jong Gwek Jan, Jong Nam Liong dan Mimiyanti sesuai dengan Laporan Polisi No. 1732/XII/2018/SPKTIII,” Kata Oloan.

Setelah Polda Sumatera Utara memeriksa saksi-saksi dan bukti-bukti akhirnya Polda Sumatera Utara menghentikan (SP.3) kedua laporan Polisi tersebut yaitu Laporan Polisi No. 1731/XII/2018/SPKTIII dan Laporan Polisi No. 1732/XII/2018/SPKTIII sesuai dengan Surat Ketetapan Polda Sumatera Utara Tentang Penghentian Penyidikan dan Penyelidikkan No. S.TAP / 235.b / V / 2020 / Ditreskrimum tanggal, 13 Mei 2020 dan Surat Ketetapan No. S-TAP / 239.b / V / 2020 / Ditreskrimum tanggal, 13 Mei 2020 karena tidak cukup bukti.

Setelah Laporan mereka bertiga (Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan) di hentikan oleh Polda Sumatera Utara, mereka kembali melaporkan David Putranegoro ke Polrestabes Medan dengan Laporan Polisi No. LP/877/K/IV/2020/SPKT Restabes Medan tanggal, 03 April 2020 an. atas dugaan tindak pidana yang sama dengan laporan Polisi yang dibuat oleh Mimiyanti di Polda Sumatera Utara.

Dan oleh Polrestabes Medan menetapkan David Putranegoro sebagai Tersangka padahal kasus ini sudah pernah diberhentikan (SP.3) oleh Polda Sumatera Utara,” beber kuasa hukum.

“Hal ini telah kami sampaikan kepada Penyidik di Polrestabes Medan, bahwa perkara ini telah pernah dilaporkan di Polda Sumatera Utara dengan Objek yang sama, Pasal yang sama, saksi-saksi yang sama dan Terlapor yang sama, kenapa. Perkara yang sudah di hentikan (SP.3) oleh Polda Sumatera Utara dapat dilakukan proses kembali oleh Polrestabes Medan dan malah menetapkan Klien kami sebagai Tersangka, kami sebagai Penasihat Hukum dari David Putranegoro merasa Klien kami dikriminalisasi dalam perkara ini. dimana didunia ini ada suatu perkara yang telah dihentikan (SP3) dapat dilapor ulang dengan objek yang sama, pasal yang sama, saksi-saksi yang sama dan terlapor yang sama dapat diproses kembali ?

Bahwa, selanjutnya Polrestabes Medan mengirim berkas Laporan polisi tersebut ke Kejaksaan Negeri Medan dan oleh Kejaksaan Negeri Medan melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Medan tanggal, 05 Agustus 2021 sesuai dengan register Perkara No. 2231/Pid.B/2021/PN-MDN an. David Putranegoro als Lim Kwek Liong sebagai Terdakwa, padahal terhadap perkara tersebut mengenai Subjek, Objek dan Pasal yang dipersangkakan adalah sama dengan Laporan Polisi yang diadukan oleh Mimiyanti di Polda Sumatera Utara yaitu mengenai pemalsuan Akta Kesepakatan Bersama No. 8, Penggelapan serta pencurian terhadap 21 Sertifikat Hak Milik dan Sertifikat Hak Guna Bangunan dengan Pasal 263, Pasal 266, Pasal 372 dan Pasal 362 KUHP, sedangkan terhadap Laporan Polisi Mimiyanti di Polda Sumatera Utara telah dihentikan (SP.3) sesuai dengan Surat Ketetapan No. S-TAP/235.b/V/2020/Ditreskrimum Tentang Penghentian Penyelidikkan tanggal, 13 Mei 2020 dan Surat Ketetapan No. S-TAP/239.b/V/2020/Ditreskrimum Tentang Penghentian Penyidikkan tanggal, 13 Mei 2020 karena tidak cukup bukti, sedangkan terhadap Akta Kesepakatan Bersama No. 8 telah diuji kebenarannya oleh Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Tinggi Medan dan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan menyatakan bahwa Akta Kesepakatan Bersama No. 8 adalah sah dan tidak bertentangan dengan hukum serta perundang-undangan dan mereka (Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan) harus mentaatinya.

“Menurut kami sebagai Penasihat Hukum David Putranegoro, kasus ini sangat aneh kenapa perkara yang sudah di hentikan (SP.3) oleh Polda Sumatera Utara dapat diajukan kembali ke Polrestabes Medan dengan pasal yang sama, objek yang sama serta subjek yang sama, dan diterima oleh Kejaksaan Negeri Medan selanjutnya menyatakan berkas perkara tersebut telah lengkap (P.21). Hal ini sangat tidak masuk akal, karena tidak ada kepastian hukum dan keadilan bagi Klien kami, karena Akta Kesepakatan Bersama No. 8 telah diuji kebenarannya oleh Pengadilan Negeri Medan sampai kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan menyatakan Bahwa Akta Kesepakatan Bersama No. 8 adalah sah dan tidak bertentangan dengan hukum serta perundang-undangan dan mereka harus mentaatinya, dan terhadap pemalsuan Akta Kesepakatan Bersama No. 8, Penggelapan serta pencurian terhadap 21 SHM/SHGB dengan Pasal 266, Pasal 263, Pasal 372, Pasal 362 KUHP itu juga telah dihentikan penyelidikkan serta penyidikkannya oleh Polda Sumatera Utara (SP.3), mengapa perkara ini bisa dilanjutkan oleh Polrestabes Medan dan disidangkan di Pengadilan Negeri Medan ? Kami harap Bapak Kapolri dapat lebih mengawasi bawahannya. Tentang dugaan pemalsuan Akta Otentik yang disebutkan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum didalam dakwaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 266 dan Pasal 263 KUHP dapat ditanggapi,” sambungnya.

Berdasarkan keterangan ahli diluar BAP, lanjut Kuasa hukum, dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dipersidangan yaitu Dr. Alpi Sahari, SH., M.Hum yang menyebutkan bahwa Akta Otentik didalam pasal 266 KUHP adalah Akta yang dibuat dihadapan Notaris.

Baca Juga:  Sampai Minggu II Tahun 2022 Polres Karo Berhasil Ungkap 4 Kasus Kriminal

Di mana para pihak datang ke notaris untuk menyatakan kebenaran dan suatu hubungan hukum dengan akta itu, itulah makna menempatkan keterangan dalam suatu Akta Otentik. Selanjutnya ahli tersebut juga menyebutkan “jika akta tersebut palsu, tanggung jawab pembuat akta dan yang berkaitan dengan akta itu ada kepada diri pihak yang bertanda tangan didalam akta”.

Sedangkan David Putranegoro (Klien kami) lanjut kuasa hukum, bukanlah termasuk para pihak di dalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tgl, 21 Juli 2008, melainkan adalah orang yang ditunjuk oleh orang tuanya alm. Jong Tjin Boen, almh. Choe Jit Jeng dan semua saudara-saudaranya.

“Klien kami hanya sebagai Penerima Kuasa dari para pihak yang bertanda tangan didalam Akta No. 8 tersebut hanya diminta untuk membantu mengurus deviden-deviden baik sewa menyewa, penjualan asset dan membagikan hasil toko serta menyimpan 21 SHM / SHGB sesuai yang tercantum didalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8 Pasal 4. Dengan demikian David Putranegoro bukanlah termasuk para pihak didalam Akta Kesepakatam Bersama No. 8. Oleh karena itu David Putranegoro tidak dapat dimintai pertanggung jawaban hukum atas pembuatan Akta dimaksud. Sehingga bagaimana mungkin Klien kami dituduh sebagai orang yang memalsukan akta tersebut, karena menurut keterangan Ahli Dr. Alpi Sahari, SH., M.Hum apabila terjadi pemalsuan didalam Akta tersebut yang bertanggung jawab adalah para pihak yang bertandatangan didalam akta, sedangkan Klien kami bukanlah termasuk para pihak hanya sebagai penerima kuasa dan sebagai pelaksana yang ditunjuk oleh alm. Jong Tjin Boen, almh. Choe Jit Jeng serta semua saudara-saudaranya yang merupakan para pihak didalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8, dan Klien kami juga tidak mendapat pembagian persentase apapun didalam Akta No. 8 (0 persen),” ucapnya.

Tentang Tanggal dan Nomor dalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8 yang dituduhkan palsu oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum di mana dalam dakwaanya menyebutkan tentang tanggal akta dan penomoran akta dituduh dipalsukan oleh Klien kami David Putranegoro, sedangkan menurut Keterangan Ahli Kenotariatan yaitu Dr. Hendry Sinaga, SH., M.Kn didalam BAP pada poin 16 yang menyebutkan:

“Di dalam UUJN mengenai kapan (waktu) Akta dibuat tidak diatur secara teknis dan detail, namun dalam Praktek pada umumnya akta dibuat oleh Notaris segera setelah Dokumen atau berkas yang dibutuhkan untuk mendukung pembuatan Akta itu telah lengkap dan memenuhi syarat. Selanjutnya ahli kenotariatan juga menerangkan didalam BAP pada Poin 14 yang menyebutkan “ yang bertanggung jawab terhadap semua formil dan materil minut akta, salinan Akta dan Grosse Akta serta penomoran (registrasi) akta-akta adalah Notaris pembuat Akta,” jelasnya.

Sembari menambahkan bahwa dikuatkan oleh keterangan Ahli diluar BAP yang dihadirkan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum yaitu Prof. DR. Edi Warman, SH., M.Hum.

Berdasarkan keterangan ahli Kenotariatan Dr. Hendry Sinaga, SH., M.Kn dan Prof. Dr. Edi Warman, SH., M.Hum yang bertanggung jawab terhadap pemberian Nomor dan tanggal serta formil maupun materil terhadap Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tanggal, 21 Juli 2008 adalah Notaris dan bukan tanggung jawab Klien kami, oleh sebab itu Klien kami harus dibebaskan dari segala Dakwaan dan Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

 

Tentang dugaan Penggelapan deviden yang disebutkan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum didalam dakwaannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 KUHP.

“Bahwa terhadap seluruh deviden maupun penjualan asset – asset, penjualan rumah di Singapura, uang sewa ruko dan penghasilan Toko, telah dibagikan oleh Klien kami David Putranegoro. Sebelum dibagikan kepada semua ahliwaris Jong Tjin Boen, terlebih dahulu Klien kami membuat Perjanjian Kesepakatan Bersama dan persetujuan, lalu di tandatangani oleh semua ahliwaris Jong Tjin Boen (semua saudara-sudara Klien Kami), barulah Klien kami menindak lanjuti apa yang mereka inginkan sesuai dengan kesepakatan dan persetujuan bersama yang mereka sudah sepakati dan dibubuhi tanda tangan, lalu klien kami melaksanakan pembagian semua deviden-deviden sesuai dengan persentase yang terdapat didalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tanpa ada merugikan para ahliwaris Jong Tjin Boen /saudara–saudaranya,” bebernya.

“Pada saat dalam persidangan Klien kami telah menunjukkan Asli seluruh bukti-bukti kepada Majelis Hakim tentang pembagian deviden, penjualan asset–asset, penjualan rumah di Singapura, uang sewa ruko dan penghasilan Toko yang telah disepakati sesuai dengan Kesepakatan Bersama / persetujuan bersama yang telah ditanda tangani oleh seluruh ahliwaris alm. Jong Tjin Boen dan bukti transfer melalui Bank kepada semua saudara-saudara sesuai dengan persentase yang terdapat didalam Akta Kesepakatan Bersama No. 8. Bahwa kami juga heran mengenai dugaan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP ini dapat didakwa oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum, karena pada saat pemeriksaan di Polrestabes Medan mengenai penggelapan ini tidak pernah diperiksa oleh Penyidik dan tidak pernah dipertanyakan oleh Penyidik, hal ini dapat kami buktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan Klien kami. Didalam BAP tersebut Penyidik tidak pernah bertanya atau pun menunjukkan bukti-bukti tentang penggelapan deviden yang disebutkan oleh Saksi Pelapor kepada Klien kami, anehnya Jaksa Penuntut Umum dapat mendakwa Klien kami tanpa ada Pemeriksaan terlebih dahulu di Kepolisian dengan bukti-bukti yang cukup. Bagaimana Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan perkara ini ke Pengadilan untuk disidangkan ?,” Kata kuasa hukum.

Baca Juga:  Momen Bahagia Ulang Tahun Alisha Zhafra Medina Hasibuan ke-1 Tahun Putri Sulung Juara Dunia 

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, lanjutnya bagaimana mungkin Jaksa Penuntut Umum menyebutkan kliennya telah menggelapkan harta peninggalan dari alm. Jong Tjin Boen (orangtuanya). Sedangkan di dalam persidangan David Putranegoro memperlihatkan asli bukti-bukti tanda terima yang ditandatangani oleh Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan, dan seluruh tanda terima tersebut diakui kebenarannya dan mereka bertiga (Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan) juga mengakui telah menerima seluruh pembagian tersebut diatas tanpa menaruh keberatan dan protes didalam Pembuktian dipersidangan yang diajukan oleh Klien kami didalam persidangan. oleh sebab itu Klien kami harus dibebaskan dari segala Dakwaan dan Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

Tentang dugaan Pencurian 21 SHM/SHGB yang disebutkan oleh Jaksa

Penuntut Umum didalam Dakwaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP. “Bahwa, Klien kami David Putranegoro bukan mencuri melainkan mereka (semua saudara-saudara) memberikan Kuasa untuk menyimpan 21 SHM/SHGB adalah berdasarkan Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tgl, 21 Juli 2008 pada Pasal 4 yang menyebutkan, ‘bilamana sertifikat-sertifikat hak atas tanah dan bangunan yang telah disebutkan dalam akta ini telah dibalik nama keatas nama Pihak Kedua (Jong Gwek Jan, Jong Nam Liong, Mimiyanti, Juliana, Denny dan Winnie), maka para pihak dalam perjanjian ini telah saling setuju dan mufakat untuk menunjuk Tn. David Putranegoro untuk menyimpan asli dari SHM/SHGB hak atas tanah tersebut di atas’,” bebernya.

Bagaimana mungkin Jaksa Penuntut Umum menuduh seseorang yang telah ditunjuk berdasarkan persetujuan dan kesepakatan yang dituangkan didalam Akta kesepakatan Bersama No. 8 pada Pasal 4 sebagai penerima kuasa untuk menyimpan 21 SHM/SHGB dituduh mencuri oleh para Pelapor (Jong Nam Liong, Mimiyanti dan Jong Gwek Jan) selanjutnya didakwa oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 362 KUHP. Sedangkan terhadap 21 SHM/SHGB tersebut sampai saat ini masih utuh disimpan oleh kliennya dan tidak ada yang dijual maupun digadaikan. Oleh sebab itu Klien kami harus dibebaskan dari segala Dakwaan dan Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

“Berdasarkan fakta-fakta persidangan tersebut selama kurang lebih  7 Bulan dengan 17 kali persidangan, akhirnya Jaksa Penuntut Umum menuntut Klien kami dengan “Onslag” perbuatan ada namun bukan perbuatan Pidana dan melepaskan David Putranegoro dari segala Dakwaan dan Tuntutannya. Atas hal tersebut, saya dan Raja Sungkunen Lingga, SH sebagai Penasihat Hukum dari David Putranegoro menyatakan kagum dengan Jaksa Penuntut Umum yang berani mengambil sikap berdasarkan kebenaran dan keadilan, tanpa ragu-ragu dengan sikap yang tegas menyatakan di dalam tuntutannya ‘Onslag’,” bebernya.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut “Onslag” perbuatan ada namun bukan perbuatan Pidana dan melepaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan adalah yang pertama kali di Indonesia.

Untuk itu, pihaknya memberikan apresiasi serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Jaksa penuntut umum atas keberanian demi keadilan yang telah mengungkapkan kebenaran di dalam persidangan meskipun harus menanggung segala resikonya.

“Kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga pada hari ini kita dapat mendengar hasil keputusan dari Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Medan. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan majelis hakim pada Pengadilan Negeri Medan memutuskan membebaskan klien kami dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Putusan Pengadilan Negeri Medan sangat adil dan sangat bijaksana karena Jaksa Penuntut Umum menuntut “Onslag” perbuatan ada namun bukan perbuatan pidana dan melepaskan klien kami dari segala dakwaan dan tuntutan, berdasarkan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut berarti tidak terdapat Perbuatan Pidana. Melainkan perbuatan Perdata, sedangkan Akta Kesekapatan Bersama No. 8 juga sudah diuji secara perdata di Pengadilan Negeri Medan sampai ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan menyatakan Akta Kesepakatan Bersama No. 8 sah dan merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Berdasarkan dua hal tersebut Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Medan mengambil keputusan memutuskan membebaskan klien kami dari segala Dakwaan dan Tuntutan sdr. Jaksa Penuntut Umum. Kami sebagai Penasihat Hukum dari David Putranegoro mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Medan yang telah bekerja keras memeriksa perkara ini dengan susah payah, dengan segala lika–liku di dalam persidangan, dengan cermat, teliti dan penuh kesabaran,” pungkasnya.(TP/ad)

 

Komentar